Skip to main content

Persahabatan

Menyusul bicara seorang remaja, mencari kebenaran soal Persahabatan.

Dan mendapat jawaban:

Sahabat adalah kebutuhan jiwa, yang mendapat imbangan. Dialah ladang hati yang dengan kasih kau taburi, dan kau pungut buahnya penuh rasa terima kasih.
Dia pula lah naungan sejuk keteduhanmu, sebuah pendiangan demi kehangatan sukmamu.

Karena kau menghampirinya di kala hati gersang kelaparan dan mencarinya di kala jiwa membutuhkan kedamaian.


Bila dia bicara menyatakan fikirannya, kau tiada menakuti bisikan "tidak" di kalbumu sendiri. Pun tiada kau takut melahirkan kata "Ya".
Dan bilamana ia diam terbungkam tanpa bicara, hatimu tiada kan henti mencoba menangkap bahasa hatinya.

Karena dalam rangkuman persahabatan, tanpa kata segala fikiran, harapan dan keinginan. Dicetuskan bersama dan didukung bersama, dengan sukacita yang utuh pun tiada disimpan.

Di saat berpisah dengan teman, kau tiada kan berduka cita:
Sebab apa yang paling kaukasihi darinya, amatlah mungkin lebih cemerlang dari kejauhan.
Sebagaimana sebuah gunung, nampak lebih agung dari tanah ngarai daratan.

Janganlah ada tujuan lain dari persahabatan, kecuali saling memperkaya kejiwaan.
Sebab kasih yang masih mengandung pamrih, di luar misterinya sendiri bukanlah kasih namun jaring yang ditebarkan, hanya akan menangkap yang tiada diharapkan.

Persembahkanlah yang terindah demi persahabatan, jika dia harus tahu musim surutmu,
Biarlah dia mengenal pula musim pasangmu.
Sebab siapakah sahabat itu hingga kau hanya mendekatinya untuk bersama sekedar akan membunuh waktu?

Carilah ia untuk bersama: menghidupkan sang waktu!

Sebab dialah orangnya untuk mengisi kekuranganmu, bukannya untuk mengisi keisenganmu.

Dan dalam kemanisan persahabatan, biarkanlah ada tawa ria kegirangan, berbagi duka dan kesenangan.

Sebab dari titik-titik kecil embun pagi, hati manusia menghirup fajar hari dan menemukan gairah segar kehidupan.

Comments

Popular posts from this blog

Cinta

Berkatalah Almitra: Bicaralah kepada kami tentang Cinta. Diangkatnya kepala dan disapukannya pandangan kepada pendengarnya. Suasana hening meliputi mereka. Maka terdengar lantang ia bertutur kata: Apabila cinta memanggilmu ikutilah dia, Walau jalannya terjal berliku-liku. Dan apabila sayapnya merangkummu, pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu. Dan jika dia bicara kepadamu, percayalah, walau ucapannya membuyarkan mimpimu, bagai angin utara mengobrak-abrik pertamanan. Sebab sebagaimana cinta memahkotaimu, demikian pula dia menyalibmu. Demi pertumbuhan mu, begitu pula demi pemangkasanmu. Sebagaimana dia membubung, mengecup puncak-puncak ketinggianmu, membelai mesra ranting-ranting terlembut yang bergetar dalam cahaya matahari, demikian pula dia menghunjam ke dasar akarmu, mengguncang-guncangnya dari ikatanmu dengan tanah. Laksana butir-butir gandum kau diraihnya. Ditumbuknya kau sampai polos telanjang. Diketamnya kau agar bebas dari kulitmu. Digoso

Kerja

Seorang peladang datang bertanya: Berilah penjelasan pada kami soal kerja. Maka demikianlah bunyi jawabnya: Kau bekerja supaya langkahmu seiring irama bumi, serta perjalanan roh jagad ini. Berpangku tangan menjadikanmu orang asing bagi musim. Serta keluar dari barisan kehidupan sendiri. Yang menderap perkasa, megah dalam ketaatannya, menuju keabadian masa. Bila bekerja engkau ibarat sepucuk seruling, lewat jantungnya bisikan sang waktu menjelma lagu. Siapa mau menjadi ilalang dungu dan bisu, pabila semesta raya melagukan gita bersama? Selama ini kau dengar orang berkata, bahwa kerja adalah kutukan, dan susah payah merupakan nasib, takdir suratan. Tetapi aku berkata kepadamu bahwa bila kau bekerja, engkau memenuhi sebagian cita-cita bumi yang tertinggi. Yang tersurat untukmu, ketika cita-cita itu terjelma. Dengan selalu menyibukkan diri dalam kerja, hakekatnya engkau mencintai kehidupan. Mencintai kehidupan dengan bekerja, adalah menyelami rahasia hidup yang paling dalam. Namun pabila d

Suka dan Duka

Lalu seorang wanita bicara, menanyakan masalah suka dan duka. Yang dijawabnya: Sukacita adalah dukacita yang terbuka kedoknya. Dari sumber yang sama yang melahirkan tawa, betapa seringnya mengalir air mata. Dan bagaimana mungkin terjadi yang lain? Semakin dalam sang duka menggoreskan luka ke dalam sukma, maka semakin mampu sang kalbu mewadahi bahagia. Bukankah piala minuman, pernah menjalani pembakaran ketika berada dalam pembuatan? Dahulu bukanlah seruling penghibur insan adalah sebilah kayu yang pernah dikerati tatkala dia dalam pembikinan? Pabila engkau sedang bergembira, mengacalah dalam-dalam ke lubuk hati, Disanalah nanti engkau dapati bahwa hanya yang pernah membuat derita berkemampuan memberimu bahagia. Pabila engkau berdukacita, mengacalah lagi ke lubuk hati, Disanalah pula kau bakal menemui bahwa sesungguhnyalah engkau sedang menangisi, sesuatu yang pernah engkau syukuri. Diantara kalian ada yang mengatakan: "Sukacita itu lebih besar dari dukacita". Yang lain pula b