Skip to main content

Pengajaran

Seorang guru datang memohon wejangan.

Bagaimanakah seluk-beluk memberi pelajaran.

Ia pun menerima uraian:

Tak seorang pun dapat menanamkan pelajaran kecuali yang mulai terjaha. Di fajar subuh pengetahuan.

Dan guru yang berjalan di bawah bayangan kuil ditengah murid-murid pengikutnya, tiada memindahkan kebijaksanaan namun membenihkan keyakinan serta kasih sayang.


Bila ia bijaksana, sesungguhnya tiadalah ia memintamu memasuki gudang perbendaharaan kebijaksanaan itu, tapi akan menuntutmu ke depan pintu gerbang penalaran.

Ahli ilmu falak mungkin bicara padamu tentang pengertian ruang angkasa, namun tak dapat ia memindahkan pengertiannya.

Pemain musik boleh jadi berkisah lewat lagunya tentang bisikan irama yang abadi menggema di seluruh alam raya, namun tak dapat ia memberimu telinga penangkapnya yang menjala irama itu. Ataupun suaranya yang merekam gema itu.

Dan dia yang mencakup segenap rahasia ilmu angka, dapat menjelaskan padamu seluk-beluk bidang dan ukuran, serta liku-liku persoalan berat dan timbangan, namun tak mungkin mendatangkanmu pada pengertian hakekat kebenaran.

Sebab wawasan hidup seseorang tiada meminjamkan sayapnya pada gagasan orang lain, dan sebagaimana setiap insan tegak sendiri di hadapan pengenalan Tuhan.

Demikian pun kalian masing-masing, hendaknya bangkit sendiri dalam pengetahuan tentang Tuhan serta pengertian tentang seluruh alam.

Comments

Popular posts from this blog

Cinta

Berkatalah Almitra: Bicaralah kepada kami tentang Cinta. Diangkatnya kepala dan disapukannya pandangan kepada pendengarnya. Suasana hening meliputi mereka. Maka terdengar lantang ia bertutur kata: Apabila cinta memanggilmu ikutilah dia, Walau jalannya terjal berliku-liku. Dan apabila sayapnya merangkummu, pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu. Dan jika dia bicara kepadamu, percayalah, walau ucapannya membuyarkan mimpimu, bagai angin utara mengobrak-abrik pertamanan. Sebab sebagaimana cinta memahkotaimu, demikian pula dia menyalibmu. Demi pertumbuhan mu, begitu pula demi pemangkasanmu. Sebagaimana dia membubung, mengecup puncak-puncak ketinggianmu, membelai mesra ranting-ranting terlembut yang bergetar dalam cahaya matahari, demikian pula dia menghunjam ke dasar akarmu, mengguncang-guncangnya dari ikatanmu dengan tanah. Laksana butir-butir gandum kau diraihnya. Ditumbuknya kau sampai polos telanjang. Diketamnya kau agar bebas dari kulitmu. Digoso

Kerja

Seorang peladang datang bertanya: Berilah penjelasan pada kami soal kerja. Maka demikianlah bunyi jawabnya: Kau bekerja supaya langkahmu seiring irama bumi, serta perjalanan roh jagad ini. Berpangku tangan menjadikanmu orang asing bagi musim. Serta keluar dari barisan kehidupan sendiri. Yang menderap perkasa, megah dalam ketaatannya, menuju keabadian masa. Bila bekerja engkau ibarat sepucuk seruling, lewat jantungnya bisikan sang waktu menjelma lagu. Siapa mau menjadi ilalang dungu dan bisu, pabila semesta raya melagukan gita bersama? Selama ini kau dengar orang berkata, bahwa kerja adalah kutukan, dan susah payah merupakan nasib, takdir suratan. Tetapi aku berkata kepadamu bahwa bila kau bekerja, engkau memenuhi sebagian cita-cita bumi yang tertinggi. Yang tersurat untukmu, ketika cita-cita itu terjelma. Dengan selalu menyibukkan diri dalam kerja, hakekatnya engkau mencintai kehidupan. Mencintai kehidupan dengan bekerja, adalah menyelami rahasia hidup yang paling dalam. Namun pabila d

Suka dan Duka

Lalu seorang wanita bicara, menanyakan masalah suka dan duka. Yang dijawabnya: Sukacita adalah dukacita yang terbuka kedoknya. Dari sumber yang sama yang melahirkan tawa, betapa seringnya mengalir air mata. Dan bagaimana mungkin terjadi yang lain? Semakin dalam sang duka menggoreskan luka ke dalam sukma, maka semakin mampu sang kalbu mewadahi bahagia. Bukankah piala minuman, pernah menjalani pembakaran ketika berada dalam pembuatan? Dahulu bukanlah seruling penghibur insan adalah sebilah kayu yang pernah dikerati tatkala dia dalam pembikinan? Pabila engkau sedang bergembira, mengacalah dalam-dalam ke lubuk hati, Disanalah nanti engkau dapati bahwa hanya yang pernah membuat derita berkemampuan memberimu bahagia. Pabila engkau berdukacita, mengacalah lagi ke lubuk hati, Disanalah pula kau bakal menemui bahwa sesungguhnyalah engkau sedang menangisi, sesuatu yang pernah engkau syukuri. Diantara kalian ada yang mengatakan: "Sukacita itu lebih besar dari dukacita". Yang lain pula b