Skip to main content

Pemberian

Datang seorang kaya.

Duhai, bicaralah pada kami tentang Pemberian.

Dan jawaban Sang Guru:

Bila kau memberi dari hartamu, tiada banyaklah pemberian itu.
Bila kau memberi dari dirimu, itulah pemberian yang penuh arti.

Sebab apalah harta milik itu, pabila bukan simpanan yang kau jaga.
Buat persediaan hari kemudian?


Dan hari kemudian mengandung janji apakah bagi dia, si anjing kikir,
Yang menimbun tulang-tulang di bawah pasir,
Dalam perjalanan ke kota suci, mengikuti musafir?

Dan bukanlah ketakutan akan kemiskinan, merupakan kemiskinan tersendiri?
Ketakutan akan dahaga, sedangkan sumur masih penuh, bukankah dahaga yang tak mungkin terpuaskan?

Ada orang yang memberi sedikit dari miliknya yang banyak, dan pemberian itu dilakukan demi ketenaran
Hasrat tersembunyi membuat tak murni dermanya.

Ada pula yang memiliki sedikit dan memberikan segalanya.
Mereka lah yang percaya akan kehidupan dan anugerah kehidupan.
Dan peti mereka tiada pernah mengalami kekosongan.

Ada yang memberi dengan kegirangan di hati, kegiranganlah yang menjadi anugerah pengganti.
Ada yang memberi dengan kepedihan di hati, maka kepedihan menjadi air pensucian diri.

Dan ada yang memberi tanpa merasa sakit di dalamnya, tanpa mencari kegirangan dari pemberiannya, tanpa mengingat-ingat kebaikannya.
Mereka memberi, sebagaimana di lembah sana, bunga-bunga menyebarkan wewangiannya ke udara.
Melalui mereka inilah, Tuhan berbicara, dan dari sinar lembut tatapan mata mereka...
Dia tersenyum kepada dunia

Comments

Popular posts from this blog

Cinta

Berkatalah Almitra: Bicaralah kepada kami tentang Cinta. Diangkatnya kepala dan disapukannya pandangan kepada pendengarnya. Suasana hening meliputi mereka. Maka terdengar lantang ia bertutur kata: Apabila cinta memanggilmu ikutilah dia, Walau jalannya terjal berliku-liku. Dan apabila sayapnya merangkummu, pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu. Dan jika dia bicara kepadamu, percayalah, walau ucapannya membuyarkan mimpimu, bagai angin utara mengobrak-abrik pertamanan. Sebab sebagaimana cinta memahkotaimu, demikian pula dia menyalibmu. Demi pertumbuhan mu, begitu pula demi pemangkasanmu. Sebagaimana dia membubung, mengecup puncak-puncak ketinggianmu, membelai mesra ranting-ranting terlembut yang bergetar dalam cahaya matahari, demikian pula dia menghunjam ke dasar akarmu, mengguncang-guncangnya dari ikatanmu dengan tanah. Laksana butir-butir gandum kau diraihnya. Ditumbuknya kau sampai polos telanjang. Diketamnya kau agar bebas dari kulitmu. Digoso

Kerja

Seorang peladang datang bertanya: Berilah penjelasan pada kami soal kerja. Maka demikianlah bunyi jawabnya: Kau bekerja supaya langkahmu seiring irama bumi, serta perjalanan roh jagad ini. Berpangku tangan menjadikanmu orang asing bagi musim. Serta keluar dari barisan kehidupan sendiri. Yang menderap perkasa, megah dalam ketaatannya, menuju keabadian masa. Bila bekerja engkau ibarat sepucuk seruling, lewat jantungnya bisikan sang waktu menjelma lagu. Siapa mau menjadi ilalang dungu dan bisu, pabila semesta raya melagukan gita bersama? Selama ini kau dengar orang berkata, bahwa kerja adalah kutukan, dan susah payah merupakan nasib, takdir suratan. Tetapi aku berkata kepadamu bahwa bila kau bekerja, engkau memenuhi sebagian cita-cita bumi yang tertinggi. Yang tersurat untukmu, ketika cita-cita itu terjelma. Dengan selalu menyibukkan diri dalam kerja, hakekatnya engkau mencintai kehidupan. Mencintai kehidupan dengan bekerja, adalah menyelami rahasia hidup yang paling dalam. Namun pabila d

Suka dan Duka

Lalu seorang wanita bicara, menanyakan masalah suka dan duka. Yang dijawabnya: Sukacita adalah dukacita yang terbuka kedoknya. Dari sumber yang sama yang melahirkan tawa, betapa seringnya mengalir air mata. Dan bagaimana mungkin terjadi yang lain? Semakin dalam sang duka menggoreskan luka ke dalam sukma, maka semakin mampu sang kalbu mewadahi bahagia. Bukankah piala minuman, pernah menjalani pembakaran ketika berada dalam pembuatan? Dahulu bukanlah seruling penghibur insan adalah sebilah kayu yang pernah dikerati tatkala dia dalam pembikinan? Pabila engkau sedang bergembira, mengacalah dalam-dalam ke lubuk hati, Disanalah nanti engkau dapati bahwa hanya yang pernah membuat derita berkemampuan memberimu bahagia. Pabila engkau berdukacita, mengacalah lagi ke lubuk hati, Disanalah pula kau bakal menemui bahwa sesungguhnyalah engkau sedang menangisi, sesuatu yang pernah engkau syukuri. Diantara kalian ada yang mengatakan: "Sukacita itu lebih besar dari dukacita". Yang lain pula b