Skip to main content

Makan dan Minum

Tampillah ke depan membawa persoalan.
Seorang lelaki tua, pemilik penginapan:

Jelaskanlah kini, Guruku perihal Makan dan Minum.

Maka dia pun mendapat jawaban:

Betapa kuingin, kau dapat hidup dari sariwangi bumi, laksana bunga angin yang cukup hidup dari cahaya.
Tapi kau harus membunuh agar bisa dapat makanan.
Dan untuk minum kaurenggut bayi hewan dari tetek induknya.
Maka lakukanlah itu, namun laksana doa puja, khidmat dan kudus beserta upacara.

Di penginapanmu dirikanlah altar, dan di atasnya taruhkan hidangan termurni, hasil hutan dan ladang nan tanpa najis.
Sebagai sajian kurban, demi yang jauh lebih suci, dari noda dan dosa dalam diri manusia.


Ketika kau menyembelih ternak, katakan padanya di dalam hati:
"Demi kekuasaan yang membunuhmu, aku pun akan dibunuh-Nya"
Dan juga aku akan menjadi santapan alam raya.
Karena hukum yang menyerahkan kau ke dalam tanganku, akan sekali waktu menyerahkan daku ke dalam tangan yang lebih kuasa.

"Darahmu dan darahku tak lain dari air sari yang menyiram dan menghidupi pohon surgawi".

Di saat kau mengunyah buah dengan gigi, katakan padanya di dalam hati:
"Benihmu akan hidup terus dalam tubuhku, dan kuncup hari esokmu tetap mekar di kalbuku, keharumanmu selalu bernafas lewat nafasku, dan bersama-sama kita menari bersuka ria, menyongsong kelahiran semua musim".

Di waktu musim gugur, ketika memetik buah anggur, yang akan kau peras untuk minuman, katakan padanya di dalam hati:
"Juga aku adalah kebun anggur, dan buahku pun akan dipetik untuk minuman".
"Laksana sari anggur yang baru jadi, aku akan disimpan dalam guci abadi".

Dan di musim dingin, ketika kau mereguk anggurmu, nyanyikanlah bagi setiap piala, sebuah lagu dalam hati:
Lagu kenangan bagi hari-hari musim gugur, bagi jasa pemberian kebun anggur, bagi karya dan bakti pemeras anggur.

Comments

Popular posts from this blog

Cinta

Berkatalah Almitra: Bicaralah kepada kami tentang Cinta. Diangkatnya kepala dan disapukannya pandangan kepada pendengarnya. Suasana hening meliputi mereka. Maka terdengar lantang ia bertutur kata: Apabila cinta memanggilmu ikutilah dia, Walau jalannya terjal berliku-liku. Dan apabila sayapnya merangkummu, pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu. Dan jika dia bicara kepadamu, percayalah, walau ucapannya membuyarkan mimpimu, bagai angin utara mengobrak-abrik pertamanan. Sebab sebagaimana cinta memahkotaimu, demikian pula dia menyalibmu. Demi pertumbuhan mu, begitu pula demi pemangkasanmu. Sebagaimana dia membubung, mengecup puncak-puncak ketinggianmu, membelai mesra ranting-ranting terlembut yang bergetar dalam cahaya matahari, demikian pula dia menghunjam ke dasar akarmu, mengguncang-guncangnya dari ikatanmu dengan tanah. Laksana butir-butir gandum kau diraihnya. Ditumbuknya kau sampai polos telanjang. Diketamnya kau agar bebas dari kulitmu. Digoso

Kerja

Seorang peladang datang bertanya: Berilah penjelasan pada kami soal kerja. Maka demikianlah bunyi jawabnya: Kau bekerja supaya langkahmu seiring irama bumi, serta perjalanan roh jagad ini. Berpangku tangan menjadikanmu orang asing bagi musim. Serta keluar dari barisan kehidupan sendiri. Yang menderap perkasa, megah dalam ketaatannya, menuju keabadian masa. Bila bekerja engkau ibarat sepucuk seruling, lewat jantungnya bisikan sang waktu menjelma lagu. Siapa mau menjadi ilalang dungu dan bisu, pabila semesta raya melagukan gita bersama? Selama ini kau dengar orang berkata, bahwa kerja adalah kutukan, dan susah payah merupakan nasib, takdir suratan. Tetapi aku berkata kepadamu bahwa bila kau bekerja, engkau memenuhi sebagian cita-cita bumi yang tertinggi. Yang tersurat untukmu, ketika cita-cita itu terjelma. Dengan selalu menyibukkan diri dalam kerja, hakekatnya engkau mencintai kehidupan. Mencintai kehidupan dengan bekerja, adalah menyelami rahasia hidup yang paling dalam. Namun pabila d

Suka dan Duka

Lalu seorang wanita bicara, menanyakan masalah suka dan duka. Yang dijawabnya: Sukacita adalah dukacita yang terbuka kedoknya. Dari sumber yang sama yang melahirkan tawa, betapa seringnya mengalir air mata. Dan bagaimana mungkin terjadi yang lain? Semakin dalam sang duka menggoreskan luka ke dalam sukma, maka semakin mampu sang kalbu mewadahi bahagia. Bukankah piala minuman, pernah menjalani pembakaran ketika berada dalam pembuatan? Dahulu bukanlah seruling penghibur insan adalah sebilah kayu yang pernah dikerati tatkala dia dalam pembikinan? Pabila engkau sedang bergembira, mengacalah dalam-dalam ke lubuk hati, Disanalah nanti engkau dapati bahwa hanya yang pernah membuat derita berkemampuan memberimu bahagia. Pabila engkau berdukacita, mengacalah lagi ke lubuk hati, Disanalah pula kau bakal menemui bahwa sesungguhnyalah engkau sedang menangisi, sesuatu yang pernah engkau syukuri. Diantara kalian ada yang mengatakan: "Sukacita itu lebih besar dari dukacita". Yang lain pula b