Skip to main content

Kematian

Lalu Almitra bicara lagi menanyakan bagaimana penjelasan tentang Kematian.

Dan Guru menjelaskan:
Sesungguhnya kau sendiri dapat menyelami rahasia kematian.
Tapi betapa kau akan berhasil menemukan dia, selama kau tiada mencarinya di pusat jantung kehidupan?

Burung malam yang bermata kelam, dia yang buta terhadap siangnya hari.
Tiada mungkin membuka tabir rahasia cahaya.
Pabila kau dengan sesungguh hati ingin menangkap hakekat kematian, bukalah hatimu selebar-lebarnya bagi ujud kehidupan.



Sebab kehidupan dan kematian adalah satu, sebagaimana sungai dan lautan adalah satu.

Di dasar keinginan dan harapan manusia yang terdalam terpendam pengetahuan tentang kehidupan di alam baka.
Dan bagai benih tetumbuhan yang tidur di musim dingin di bawah selimut timbunan salju, hati manusia terlena dalam buaian mimpi musim semi.
Percayailah mimpi itu sebab di dalam kabut terkanung pintu gerbang keabadian.

Getarmu menghadapi kematian ibarat gemetarnya anak gembala ketika berdiri di hadapan raja, yang berkenan meletakkan tangan di atas kepalanya, pertanda restu dan sejahtera.

Tidakkah suka cita si anak gembala di balik gemetarnya, bahwasanya ia diperkenankan menerima restu sang raja?
Namun demikian bukankah penghargaan ini semakin membuat gemetar jiwa?

Apakah sesungguhnya kematian selain telanjang di tengah angin, serta luluh dalam sinar surya?
Dan apakah arti nafas berhenti selain membebaskannya dari antara pasang dan surut ombak yang gelisah sehingga bangkit mengembang lepas, tanpa rintangan menuju Ilahi.

Mereguk air dari sungai keheningan hanya dengan demikian jiwamu akan menyanyi dalam kebahagiaan.
Dan di saat engkau meraih puncak pegunungan di situ lah bermula saat pendakian.
Dan ketika bumi menuntut kembali jasad tubuhmu.
Tiba pulas saatnya bahwa tarian yang sesungguhnya mulai kau tarikan.

Comments

Popular posts from this blog

Cinta

Berkatalah Almitra: Bicaralah kepada kami tentang Cinta. Diangkatnya kepala dan disapukannya pandangan kepada pendengarnya. Suasana hening meliputi mereka. Maka terdengar lantang ia bertutur kata: Apabila cinta memanggilmu ikutilah dia, Walau jalannya terjal berliku-liku. Dan apabila sayapnya merangkummu, pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu. Dan jika dia bicara kepadamu, percayalah, walau ucapannya membuyarkan mimpimu, bagai angin utara mengobrak-abrik pertamanan. Sebab sebagaimana cinta memahkotaimu, demikian pula dia menyalibmu. Demi pertumbuhan mu, begitu pula demi pemangkasanmu. Sebagaimana dia membubung, mengecup puncak-puncak ketinggianmu, membelai mesra ranting-ranting terlembut yang bergetar dalam cahaya matahari, demikian pula dia menghunjam ke dasar akarmu, mengguncang-guncangnya dari ikatanmu dengan tanah. Laksana butir-butir gandum kau diraihnya. Ditumbuknya kau sampai polos telanjang. Diketamnya kau agar bebas dari kulitmu. Digoso

Kerja

Seorang peladang datang bertanya: Berilah penjelasan pada kami soal kerja. Maka demikianlah bunyi jawabnya: Kau bekerja supaya langkahmu seiring irama bumi, serta perjalanan roh jagad ini. Berpangku tangan menjadikanmu orang asing bagi musim. Serta keluar dari barisan kehidupan sendiri. Yang menderap perkasa, megah dalam ketaatannya, menuju keabadian masa. Bila bekerja engkau ibarat sepucuk seruling, lewat jantungnya bisikan sang waktu menjelma lagu. Siapa mau menjadi ilalang dungu dan bisu, pabila semesta raya melagukan gita bersama? Selama ini kau dengar orang berkata, bahwa kerja adalah kutukan, dan susah payah merupakan nasib, takdir suratan. Tetapi aku berkata kepadamu bahwa bila kau bekerja, engkau memenuhi sebagian cita-cita bumi yang tertinggi. Yang tersurat untukmu, ketika cita-cita itu terjelma. Dengan selalu menyibukkan diri dalam kerja, hakekatnya engkau mencintai kehidupan. Mencintai kehidupan dengan bekerja, adalah menyelami rahasia hidup yang paling dalam. Namun pabila d

Suka dan Duka

Lalu seorang wanita bicara, menanyakan masalah suka dan duka. Yang dijawabnya: Sukacita adalah dukacita yang terbuka kedoknya. Dari sumber yang sama yang melahirkan tawa, betapa seringnya mengalir air mata. Dan bagaimana mungkin terjadi yang lain? Semakin dalam sang duka menggoreskan luka ke dalam sukma, maka semakin mampu sang kalbu mewadahi bahagia. Bukankah piala minuman, pernah menjalani pembakaran ketika berada dalam pembuatan? Dahulu bukanlah seruling penghibur insan adalah sebilah kayu yang pernah dikerati tatkala dia dalam pembikinan? Pabila engkau sedang bergembira, mengacalah dalam-dalam ke lubuk hati, Disanalah nanti engkau dapati bahwa hanya yang pernah membuat derita berkemampuan memberimu bahagia. Pabila engkau berdukacita, mengacalah lagi ke lubuk hati, Disanalah pula kau bakal menemui bahwa sesungguhnyalah engkau sedang menangisi, sesuatu yang pernah engkau syukuri. Diantara kalian ada yang mengatakan: "Sukacita itu lebih besar dari dukacita". Yang lain pula b