Skip to main content

Akal dan Perasaan

Kembali bertanya pendeta wanita:

Memohon ulasan perihal Akal serta Perasaan, dan diberilah kupasan:

Sang jiwa seringkali menjadi ajang pertempuran, di arena itu akal pertimbanganmu berperang seru, melawan perasaan hati dan selera nafsu.

Dapatkah hatiku menjadi pendamai di dalam jiwamu, sehingga mampu merobah kericuhan persaingan unsur-unsurmu. Menjelma jadi gubahan kesatuan dan keindahan lagu.


Namun apalah dayaku, pabila kau sendiri sepi, dari hasrat menjadi pendamai diri, bahkan pecinta sejati unsur-unsur kesempurnaanmu pribadi?

Akal pertimbangan dan perasaan hati diibaratkan, kemudi dan layar jiwa yang mengarungi laut kehidupan.
Jikalau patah salah satu, layar atau kemudi itu, kau masih mengambang namun terombang-ambing gelombang.
Atau terhenti lumpuh tanpa daya di tengah samudera.

Sebab akal pikiran yang sendiri mengemudi, laksana tenaga yang menjebak diri sedangkan perasaan yang tak terkendali bagai api membara yang menghanguskan diri.

Karena itu ajaklah perasaan menjunjung tinggi akal budi, meraih puncak-puncak kebenaran sejati, keduanya mewujudkan sebuah simfoni.

Dan turutilah jiwamu membimbing perasaan dengan menggunakan akal pertimbangan, sehingga perasaan itu tetap hidup dengan setiap kebangkitannya, dan laksana burung phoenix membumbung tinggi dari tengah abu kebinasaannya.

Sering pertimbangan maupun perasaan sebagaimana kau memperhatikan dan menjamu dua orang tamu yang terkasih dan sedang berada dalam naungan rumahmu.
Kau tiadakan memuliakan yang satu di atas yang lain, sebab memperbedakan seorang berarti bakal kehilangan kasih dan kepercayaan keduanya.

Di sela-sela bukit biru, sedang kau duduk santai di keteduhan. Pohon populir putih perak, membagi kedamaian dan ketenangan dengan ladang kuning di kejauhan, dan rerumputan hijau luas mengalun.
Perturutkanlah hati mengucapkan kalimat sunyi:
"Tuhan berdiam diri dalam akal budi".

Apabila taufan mendatang dan badai perkasa mengguncang-guncang rimba belantara, Petir dan halilintar pun sambar-menyambar berebut kuasa merobek angkasa.
Maka ikutilah hatimu mengucapkan kata-kata takjub:
"Tuhan bertindak dengan Rasa".

Dan karena kau adalah nafas ciptaan Tuhan, sepucuk daun pepohonan rimba Tuhan, maka juga kau pun hendaklah berhening diri dalam akal budi.
Bergerak dalam gelora rasa.

Comments

Popular posts from this blog

Cinta

Berkatalah Almitra: Bicaralah kepada kami tentang Cinta. Diangkatnya kepala dan disapukannya pandangan kepada pendengarnya. Suasana hening meliputi mereka. Maka terdengar lantang ia bertutur kata: Apabila cinta memanggilmu ikutilah dia, Walau jalannya terjal berliku-liku. Dan apabila sayapnya merangkummu, pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu. Dan jika dia bicara kepadamu, percayalah, walau ucapannya membuyarkan mimpimu, bagai angin utara mengobrak-abrik pertamanan. Sebab sebagaimana cinta memahkotaimu, demikian pula dia menyalibmu. Demi pertumbuhan mu, begitu pula demi pemangkasanmu. Sebagaimana dia membubung, mengecup puncak-puncak ketinggianmu, membelai mesra ranting-ranting terlembut yang bergetar dalam cahaya matahari, demikian pula dia menghunjam ke dasar akarmu, mengguncang-guncangnya dari ikatanmu dengan tanah. Laksana butir-butir gandum kau diraihnya. Ditumbuknya kau sampai polos telanjang. Diketamnya kau agar bebas dari kulitmu. Digoso

Kerja

Seorang peladang datang bertanya: Berilah penjelasan pada kami soal kerja. Maka demikianlah bunyi jawabnya: Kau bekerja supaya langkahmu seiring irama bumi, serta perjalanan roh jagad ini. Berpangku tangan menjadikanmu orang asing bagi musim. Serta keluar dari barisan kehidupan sendiri. Yang menderap perkasa, megah dalam ketaatannya, menuju keabadian masa. Bila bekerja engkau ibarat sepucuk seruling, lewat jantungnya bisikan sang waktu menjelma lagu. Siapa mau menjadi ilalang dungu dan bisu, pabila semesta raya melagukan gita bersama? Selama ini kau dengar orang berkata, bahwa kerja adalah kutukan, dan susah payah merupakan nasib, takdir suratan. Tetapi aku berkata kepadamu bahwa bila kau bekerja, engkau memenuhi sebagian cita-cita bumi yang tertinggi. Yang tersurat untukmu, ketika cita-cita itu terjelma. Dengan selalu menyibukkan diri dalam kerja, hakekatnya engkau mencintai kehidupan. Mencintai kehidupan dengan bekerja, adalah menyelami rahasia hidup yang paling dalam. Namun pabila d

Suka dan Duka

Lalu seorang wanita bicara, menanyakan masalah suka dan duka. Yang dijawabnya: Sukacita adalah dukacita yang terbuka kedoknya. Dari sumber yang sama yang melahirkan tawa, betapa seringnya mengalir air mata. Dan bagaimana mungkin terjadi yang lain? Semakin dalam sang duka menggoreskan luka ke dalam sukma, maka semakin mampu sang kalbu mewadahi bahagia. Bukankah piala minuman, pernah menjalani pembakaran ketika berada dalam pembuatan? Dahulu bukanlah seruling penghibur insan adalah sebilah kayu yang pernah dikerati tatkala dia dalam pembikinan? Pabila engkau sedang bergembira, mengacalah dalam-dalam ke lubuk hati, Disanalah nanti engkau dapati bahwa hanya yang pernah membuat derita berkemampuan memberimu bahagia. Pabila engkau berdukacita, mengacalah lagi ke lubuk hati, Disanalah pula kau bakal menemui bahwa sesungguhnyalah engkau sedang menangisi, sesuatu yang pernah engkau syukuri. Diantara kalian ada yang mengatakan: "Sukacita itu lebih besar dari dukacita". Yang lain pula b