Kembali bertanya pendeta wanita:
Memohon ulasan perihal Akal serta Perasaan, dan diberilah kupasan:
Sang jiwa seringkali menjadi ajang pertempuran, di arena itu akal pertimbanganmu berperang seru, melawan perasaan hati dan selera nafsu.
Dapatkah hatiku menjadi pendamai di dalam jiwamu, sehingga mampu merobah kericuhan persaingan unsur-unsurmu. Menjelma jadi gubahan kesatuan dan keindahan lagu.
Namun apalah dayaku, pabila kau sendiri sepi, dari hasrat menjadi pendamai diri, bahkan pecinta sejati unsur-unsur kesempurnaanmu pribadi?
Akal pertimbangan dan perasaan hati diibaratkan, kemudi dan layar jiwa yang mengarungi laut kehidupan.
Jikalau patah salah satu, layar atau kemudi itu, kau masih mengambang namun terombang-ambing gelombang.
Atau terhenti lumpuh tanpa daya di tengah samudera.
Sebab akal pikiran yang sendiri mengemudi, laksana tenaga yang menjebak diri sedangkan perasaan yang tak terkendali bagai api membara yang menghanguskan diri.
Karena itu ajaklah perasaan menjunjung tinggi akal budi, meraih puncak-puncak kebenaran sejati, keduanya mewujudkan sebuah simfoni.
Dan turutilah jiwamu membimbing perasaan dengan menggunakan akal pertimbangan, sehingga perasaan itu tetap hidup dengan setiap kebangkitannya, dan laksana burung phoenix membumbung tinggi dari tengah abu kebinasaannya.
Sering pertimbangan maupun perasaan sebagaimana kau memperhatikan dan menjamu dua orang tamu yang terkasih dan sedang berada dalam naungan rumahmu.
Kau tiadakan memuliakan yang satu di atas yang lain, sebab memperbedakan seorang berarti bakal kehilangan kasih dan kepercayaan keduanya.
Di sela-sela bukit biru, sedang kau duduk santai di keteduhan. Pohon populir putih perak, membagi kedamaian dan ketenangan dengan ladang kuning di kejauhan, dan rerumputan hijau luas mengalun.
Perturutkanlah hati mengucapkan kalimat sunyi:
"Tuhan berdiam diri dalam akal budi".
Apabila taufan mendatang dan badai perkasa mengguncang-guncang rimba belantara, Petir dan halilintar pun sambar-menyambar berebut kuasa merobek angkasa.
Maka ikutilah hatimu mengucapkan kata-kata takjub:
"Tuhan bertindak dengan Rasa".
Dan karena kau adalah nafas ciptaan Tuhan, sepucuk daun pepohonan rimba Tuhan, maka juga kau pun hendaklah berhening diri dalam akal budi.
Bergerak dalam gelora rasa.
Memohon ulasan perihal Akal serta Perasaan, dan diberilah kupasan:
Sang jiwa seringkali menjadi ajang pertempuran, di arena itu akal pertimbanganmu berperang seru, melawan perasaan hati dan selera nafsu.
Dapatkah hatiku menjadi pendamai di dalam jiwamu, sehingga mampu merobah kericuhan persaingan unsur-unsurmu. Menjelma jadi gubahan kesatuan dan keindahan lagu.
Namun apalah dayaku, pabila kau sendiri sepi, dari hasrat menjadi pendamai diri, bahkan pecinta sejati unsur-unsur kesempurnaanmu pribadi?
Akal pertimbangan dan perasaan hati diibaratkan, kemudi dan layar jiwa yang mengarungi laut kehidupan.
Jikalau patah salah satu, layar atau kemudi itu, kau masih mengambang namun terombang-ambing gelombang.
Atau terhenti lumpuh tanpa daya di tengah samudera.
Sebab akal pikiran yang sendiri mengemudi, laksana tenaga yang menjebak diri sedangkan perasaan yang tak terkendali bagai api membara yang menghanguskan diri.
Karena itu ajaklah perasaan menjunjung tinggi akal budi, meraih puncak-puncak kebenaran sejati, keduanya mewujudkan sebuah simfoni.
Dan turutilah jiwamu membimbing perasaan dengan menggunakan akal pertimbangan, sehingga perasaan itu tetap hidup dengan setiap kebangkitannya, dan laksana burung phoenix membumbung tinggi dari tengah abu kebinasaannya.
Sering pertimbangan maupun perasaan sebagaimana kau memperhatikan dan menjamu dua orang tamu yang terkasih dan sedang berada dalam naungan rumahmu.
Kau tiadakan memuliakan yang satu di atas yang lain, sebab memperbedakan seorang berarti bakal kehilangan kasih dan kepercayaan keduanya.
Di sela-sela bukit biru, sedang kau duduk santai di keteduhan. Pohon populir putih perak, membagi kedamaian dan ketenangan dengan ladang kuning di kejauhan, dan rerumputan hijau luas mengalun.
Perturutkanlah hati mengucapkan kalimat sunyi:
"Tuhan berdiam diri dalam akal budi".
Apabila taufan mendatang dan badai perkasa mengguncang-guncang rimba belantara, Petir dan halilintar pun sambar-menyambar berebut kuasa merobek angkasa.
Maka ikutilah hatimu mengucapkan kata-kata takjub:
"Tuhan bertindak dengan Rasa".
Dan karena kau adalah nafas ciptaan Tuhan, sepucuk daun pepohonan rimba Tuhan, maka juga kau pun hendaklah berhening diri dalam akal budi.
Bergerak dalam gelora rasa.
Comments